top of page

WAYANG MAINAN

WAYANG MAINAN STORY
UtjbCsJ0RXMvqQqelYcWGrsZtaf0OwGtxyQtMMlrNdk=_plaintext_638043486993735188_edited.jpg

Anak-anak pedesaan sering mengembalakan ternaknya sambil membuat mainan dari bahan rumput yang dirangkai atau dianyam hingga menyerupai berbentuk wayang. Setelah berwujud wayang, biasanya anak anak tersebut memainkannya seolah-olah menjadi dalang sebagaimana dalang yang pernah mereka saksikan dalam suatu pertunjukan wayang kulit. Rumput yang biasa mereka pergunakan membuat wayang adalah jenis rumput “domdoman” sehingga biasa disebut Wayang Domdoman adakalanya mereka ingin membuat wayang mainan yang agak kuat dan tahan lama dari bahan bambu yang dibelah/di iris tipis. Bahan ini juga dianyam menjadi bentuk wayang dengan sebutan wayang bambu, koleksi Museum Wayang dibuat pada tahun 1963 dari Wonosari Yogyakarta. Untuk wayang mainan dalam perkembangannya pada tahun 1980an banyak diperdagangkan di pasar-pasar tradisional, biasanya dipergunakan untuk permainan anak-anak kecil.

​

​

Rural children often tend their livestock while making toys made of grass that is strung or woven to resemble puppets. After taking the form of a puppet, usually the children play it as if they were a puppeteer like the puppeteers they had witnessed in a shadow puppet show. The grass that they usually use to make wayang is the type of grass "domdoman" so it is usually called Wayang Domdoman. Sometimes they want to make wayang toys that are rather strong and durable from bamboo material which is split/sliced thinly. This material is also woven into the form of wayang as wayang bamboo, a collection of the Wayang Museum made in 1963 from Wonosari, Yogyakarta. For wayang toys, in its development in the 1980s, many were traded in traditional markets, usually used for small children's games.

bottom of page